Wednesday, January 30, 2008

the ethnographer's backpack

Salah satu piranti jalan-jalan yang saya sukai adalah backpack. Maksud saya tas punggung seukuran 18L - 24L yang cocok untuk daypack alias dipakai sehari-hari. Kadang-kadang saya tak bisa menahan diri untuk tidak membelinya, padahal koleksi backpack di rumah sudah menggunung. Karena menuh-menuhin tempat, beberapa di antaranya sudah saya hibahkan pada keponakan yang masih sekolah/kuliah. Tapi sebagian besar yang lain, eman-eman untuk dikasih ke orang. Ya maklum, namanya juga barang kesayangan. Jadilah Bojo yang berbaik hati ikutan memakainya. Ssstt...bojoku bahkan tak memiliki satu pun backpack. Keterlaluan ya..! Heheee...

Disain backpack yang saya koleksi juga nggak aneh-aneh kok. Bahkan cenderung modelnya gitu-gitu aja, model klasik dengan satu kantong di bagian depan seperti koleksi seri Padded Pak'r dari Easpak atau SuperBreak dari Jansport. Tas punggung model klasik seperti ini saja, ada beberapa biji yang saya punya meskipun dengan brand yang berbeda. "Kan yang model seperti itu sudah punya?" tanya Bojo nggak habis pikir ketika saya menunjukkan backpack baru (lagi).

Dalam memilih tas punggung, saya tidak terlalu tergoda dengan model atau disainnya. Selain ukuran yang pas buat badan saya, syarat utama tas punggung yang saya pilih harus terbuat dari bahan yang ringan. Dalam keadaan kosong, berat tas tidak boleh melebihi 1 kg. Kalau tasnya udah berat, ntar diisi barang jadi makin berat dong. Padahal yang namanya backpack, bisa dipastikan isinya berjejal-jejal muatan.

Syarat kedua, biar menggendongnya nyaman, shoulder straps-nya harus empuk dan ukurannya tidak terlalu lebar. Mungkin seukuran 3 jari-lah. Kalau terlalu lebar, nggak enak karena mengganjal di ketiak. Bagi saya, kualitas shoulder straps ini menentukan kualitas tas secara keseluruhan. Menjahit shoulder straps ini bukan pekerjaan yang gampang loh. Setelah sisi kanan dan kirinya dijahit, bahan tas kemudian dibalik dan diisi dengan pad atau spon yang bikin empuk. Saya kurang begitu suka dengan shoulder-straps yang menonjolkan jahitan di sisi kanan kiri, yang secara teknik jahit memang lebih mudah, tapi nggak nyaman ketika dikenakan.

Syarat ketiga, bidang lebar di bagian punggung. Yang empuk pasti akan lebih nyaman jika berlama-lama nempel di punggung.

Syarat terakhir tapi seringkali jadi perhatian utama saya adalah risliting. Meski tampaknya sederhana dan kadang-kadang tersembunyi, risliting yang bagus tidak akan merepotkan kita ketika membuka tas. Risliting bikinan YKK dijamin bagus dan nggak seret. Di samping itu saya juga lebih suka dengan tas yang menggunakan dobel kepala rislitingnya sehingga bisa dikaitkan dan dikunci dengan gembok kecil. Siapa tahu karena isinya berat dan tas punggung itu harus masuk bagasi pesawat, kan lebih aman kalau digembok.

Keempat syarat utama bagi sebuah backpack itu dimiliki secara sempurna oleh Easpak dan Jansport, salah dua brand tas punggung yang saya sukai koleksi-koleksinya.

Monday, January 28, 2008

becak belasungkawa

pak daliman, tukang becak yg sering mangkal di depan rumah saya, merasa berduka ketika soeharto mangkat, minggu siang kemarin (27/1/08). setelah mensesneg hatta radjasa mengumumkan pemasangan bendera setengah tiang selama 7 hari sbg hari bergabung nasional, pak daliman lantas memasang bendera stengah tiang di becaknya. "kula njih ndherek belasungkawa," katanya ketika saya minta ijin memotretnya pagi ini.





---- 
Sent using a Sony Ericsson mobile phone

Saturday, January 26, 2008

lilin


terpaksa menyalakan lilin krn listrik padam..sementara hujan tak juga reda..genting rumah bocor..sudah begitu, lagi di rumah sendiri pula..!