Tuesday, March 22, 2011

kraton, tamansari, alun-alun




atas: di pulo cemeti; bawah: benteng kraton di jl kasatriyan
Paket wisata yang menjadi destinasi utama jika ingin berwisata ke Yogya itu hampir setiap hari disambangi Bindi sejak bayi. Setiap pagi, kami mengajak Bindi jalan-jalan ke Alun-alun dan pelataran Kraton dengan menggunakan kereta dorong (stroller). Biasanya kami berangkat dari rumah pukul 6.00, setelah Bindi mandi pagi, dan kembali ke rumah sekitar pukul 07.30. Lumayan kan satu setengah jam menghirup udara segar sembari menikmati kawasan Jeron Beteng yang dibatasi dinding-dinding tinggi. 

Rute yang kami tempuh, ada tiga jalur pilihan yang biasanya kami lakukan secara bergantian, yaitu jalur utara, jalur selatan, dan jalur barat. Jalur ini diambil dari lokasi tempat tinggal kami di jalan Magangan Kulon, yang jika dilihat dalam peta terlatak di tengah-tengah kompleks Kraton. Jika ingin jalan-jalan ke Kraton dan Alun-alun Utara, kami ambil jalur utara. Jika ingin ke Alun-alun Selatan ya ngambil jalur selatan. Sementara jika ingin ke Tamansari kami akan berjalan kaki kea rah barat. 
Biar terasa lebih seru, kami memilih jalur yang menyusur kampung. Rute berangkat dan pulangnya pun juga berbeda. Misalnya, jalur utara mau ke Kraton. Rute berangkat dari rumah ð Kemagangan ð Jl. Kasatriyan ð Jl. Kemitbumen ð Keben/halaman depan Kraton ð pulang lewat Jl. Rotowijayan ð Jl. Sidomukti ð nDalem Pakuningratan ð rumah. Jalur selatan ke Alun-alun Selatan adalah: rumah ð Kemagangan ð Kemandungan ð Sasana Hinggil (Alun-alun Selatan) ð pulangnya menyusur kampung Ngadisuryan ð rumah. Jika ke Tamansari dari rumah ð pasar Ngasem ð Pulo Cemeti (kawasan Tamansari) ð Sumur Gumuling ð susur lorong/tunnel (underground) ð kompleks pemandaian Tamansari ð pulang lewat kampung Ngadisuryan ð  rumah.

Rute menyusuri kawasan heritage berusia ratusan tahun ini sungguh menyenangkan. Dinding-dinding kraton yang tinggi memagari jalanan lengang yang kami lewati. Juga gapura dan regol (pintu gerbang) bagian kraton yang ada di Kemagangan dan Kemandungan yang dilengkapi patung dua naga dengan kedua ekornya saling melilit. Dua patung naga ini merupakan ‘suryasengkala’ yang berbunyi Dwi Naga Rasa Tunggal  menyimbolkan tahun 1628 (tahun Jawa) atau 1756 M, tahun saat kraton mulai dibangun. Itu berarti setahun setelah terjadinya perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Kerjaan Mataram menjadi dua: Kasultanan Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat.




Bindi dan Dwi Naga Rasa Tunggal

Kemagangan dan Kemandungan merupakan playground favorit buat momong dan nyuapin  Baby Bindi hingga kini. Selain karena jaraknya hanya sekitar 300 meter dari rumah kami, kawasan ini merupakan area terbuka yang luas dan terdapat sejumlah pohon rindang. Jika sewaktu bayi Bindi hanya pasrah di atas strollernya, kini ia bisa berlarian riang mengitari kompleks bagian belakang kraton ini. Ia juga tampak menyukai patung naga, menunjuk-nunjuknya sambil menyebut “nogo”. 

Playground favorit selain Kemagangan dan Kemandungan adalah Pulo Cemeti, salah satu bagian dari kompleks Tamansari Water Castle. Pulo Cemeti ini letaknya persis di belakang pasar Ngasem yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah kami arah ke barat. Pulo Cemeti merupakan reruntuhan bangunan yang konon cukup tinggi. Jika kita berjalan dari arah utara menuju Pasar Ngasem, akan tampak di belakang pasar bangunan kuno yang tinggi dan bagian atasnya sudah tidak utuh lagi. Bagian atas ini dulunya bisa dinaiki karena memang terdapat tangga menuju ke sana. Dari bagian atas Pulo Cemeti itu kita bisa melihat kota Yogya. Saat ini Pulo Cemeti sedang dalam tahap restorasi sehingga pengunjung tidak diperkenankan naik ke atas bangungan. Sementara itu bagian bawah bangunan Pulo Cemeti ini cukup luas sehingga Baby Bindi bisa berlarian di sana. 

Selain Pulo Cemeti, tempat yang juga enak buat berlarian buat bayi yang belum lama bisa berjalan sendiri adalah bangunan bawah tanah atau tunnel. Tunnel ini dulunya merupakan jalan yang dibangun untuk menghubungkan kompleks Tamansari dengan, konon katanya, Laut Selatan. Yang jelas, saat ini tunnel yang masih bisa dilalui hanya sepanjang sekitar 100 meter, yaitu dari Pulo Cemeti ke arah selatan menuju kompleks pemandian. 

Sudah pasti, setiap jalan-jalan pagi menyusur kawasan heritage ini kami tak pernah meninggalkan kamera poket, minimal ponsel berkamera. Sayang rasanya melewatkan foto Baby Bindi berlatar bangunan heritage yang sudah berusia ratusan tahun. Bahkan kami nggak pernah bosan mengabadikan segala polah Baby Bindi, sejak ia masih di atas stroller hingga sudah gesit berlari, meski tempat itu terlalu sering kami kunjungi.

No comments:

Post a Comment