Monday, June 8, 2009

edorsement dari Riyanni Djangkaru

"Pastinya, buku ini tidak hanya soal traveling," komentar Riyanni Djangkaru, mantan presenter Jejak Petualang itu memberi penegasan bahwa TALES from the ROAD (selanjutnya disingkat TALES) bukanlah travel guide-book sebangsa Lonely Planet. Jangan berharap menemukan petunjuk "how to get there", "when to go", maupun "recommended hotel" di buku saya ya.

Lalu, apa yang bisa didapat dengan membaca TALES from the ROAD?


"Salah satu esensi mengunjungi suatu lokasi adalah bisa merasakan perbedaan yang ada, bagaimana pemahaman kita terhadap suatu perbedaan dan menerimanya sebagai suatu sudut pandang baru …." tulis Riyanni lagi. Di endorsement yang ditulisnya untuk TALES, Riyanni mengungkapkan bahwa perjalanan wisata seringkali dianggap sebagai "kunjungan singkat" ke obyek-obyek wisata yang sudah populer termasuk tempat yang memiliki pemandangan indah dan memberikan kenyamanan. Padahal bukan itu esensi dari traveling.

Saya jadi teringat kata Andrea Hirata. Sekitar akhir 2007 lalu, saya membuat obrolan kecil-kecilan bertema "Menuliskan Kisah Perjalanan" dengan nara sumber Andrea Hirata. Saat itu saya begitu terkesan dengan Edensor, novel ketiganya yang menurut saya bisa dimasukkan dalam genre kisah perjalanan (travelogue). Andrea sendiri rupaya juga bersemangat mengisi forum obrolan sembari minum kopi yang saya adakan itu.

Sebagai moderator acara, saya memintanya untuk membocorkan kiatnya bisa menuliskan novel perjalanan yang detil dan menarik itu. Katanya, "jangan terjebak pada keindahan sebuah obyek wisata." Karena jika kita sudah terjebak pada keindahan suatu tempat, kita hanya bisa menuliskan keindahan itu yang nggak beda dengan brosur-brosur wisata. Andrea kemudian memberikan tips khusus agar perjalanan wisata menjadi berkesan, "mencobalah terlibat dengan aktifitas warga setempat. Misalnya ikutan memanen buah anggur di Eropa seperti yang pernah saya lakukan."

Saya setuju banget dengan apa yang dikatakan Andrea. Bagi saya traveling is experiencing different cultures. Saat di mana saya belajar tentang kehidupan bersama orang-orang dari berbagai kebudayaan. Ketika merencanakan traveling (atau seringnya karena perjalanan dinas), yang saya cari bukanlah obyek wisata, tetapi di mana saya bisa bertemu dengan penduduk lokal. Buat saya berada di antara penduduk setempat merupakan "traveling yang sesungguh"nya.

Nah, pengalaman berada di antara orang-orang dari berbagai daerah dengan latar belakang kebudayaan yang beragam itulah, yang menjadi tema utama dalam penulisan ini. Pertemuan dengan penduduk lokal itu bisa terjadi dalam berbagai situasi: dalam perayaan adat yang meriah, ditipu calo yang membuat saya jadi uring-uringan, ditipu sopir taksi, atau bahkan dihadang orang yang mengaku sebagai intel.

Perjalanan wisata tidak selamanya indah dan mudah, tetapi penuh liku dan perjuangan. Keberhasilan meloloskan diri dari semua hambatan itu, merupakan oleh-oleh paling berharga yang saya miliki disamping foto-foto perjalanan yang menghabiskan bermega-mega piksel. Lewat buku ini, saya pengin membagikan oleh-oleh termahal itu.

Thanks Riyanni, kamu berhasil menangkap gagasan saya tentang experiencing different cultures!

No comments:

Post a Comment