Naik angkot di pedalaman adalah kenikmatan tersendiri bagiku. Inilah saat dimana aku bisa menikmati aroma tubuh penduduk lokal yang bercampur dengan aneka hasil bumi dan hewan peliharaan...hihihiii..
Angkot juga dapat menguji kesabaran kita karena si sopir baru mau menyalakan mesin kendaraan ketika semua kursi sudah terisi. Di Wamena, Papua, angkot yang menggunakan mobil jenis Kijang, jumlah penumpang minimal 12 orang (tidak termasuk sopir dan kernet). Bisa lebih dari itu, apalagi kalo si Ibu juga membawa anaknya. Angkot jenis L300 umumnya diisi 21 orang. Sementara barang bawaan diletakkan di atas kendaraan dengan jumlah tak terbatas.
Butuh waktu 2 jam untuk mengisi angkot ini penuh penumpang. Setidaknya, pengalaman 3 kali naek angkot dari terminal dekat pasar Jibama (pasar baru) di Wamena, ketiganya memaksa saya bersabar sekitar 2 jam hingga penumpang memenuhi masing-masing kursi.
Ongkos angkot di Wamena relatif mahal karena harga bensin dan solar di sana gila-gilaan, Rp 20.000/liter!!! Mahalnya harga BBM ini juga membuat si sopir sering berulah, memanfaatkan kesempatan. Mereka sering minta tambahan lebih hanya untuk mengantar penumpang ke depan rumahnya yang berjarak tak sampai 200 meter dari terminal pemberhentian. Apalagi jika si penumpang punya barang bawaan banyak. "Tambah 5000 ya, bensin mahal nih...!"
Sopir-sopir di Wamena umumnya pendatang dari Jawa dan Sulawesi. sementara yang jadi kernet biasanya bocah usia 12-an tahun, anak-anak Papua. Angkot yang saya naiki ini disopiri laki-laki dari Jawa Timur. bukan angkot milik pribadi, tapi milik sang juragan yang merupakan salah satu pejabat di kabupaten. hhmm...pantas lah. Sejak tadi saya amat2i angkot ini tak berplat nomor..., tapi operasi jalan teruss...!!!
No comments:
Post a Comment