Begitu memasuki toko-toko souvenir yang berjejer di Damrak, depan stasiun Centraal, saya langsung bisa merasakan aura
Itulah Amsterdam,
Kebebasan itu rupanya juga menjadi atraksi wisata favorit di
Red Light District (RDL)
Semakin larut malam mengunjungi kawasan ini, justru semakin banyak orang yang lalu lalang. Dan semakin gelap, semakin gemerlap pula jendela-jendela kaca memancarkan sinar lampu kemerahan. Di balik jendela kaca itu, tampak sesosok tubuh molek yang melenggok, mengundang mereka yang lewat untuk singgah, “mampir, maaasss..!”
Red Light District menjadi primadona wisata malam
Pasti penasaran pengin mengintip kawasan RLD. Letaknya tak jauh dari kawasan Damrak, sekitar 15 menit jalan kaki dari stasiun Centraal. Berjalanlah menuju gereja Oude Kerk. Kawasan RLD hanya beberapa blok di sekitar gereja tersebut, persisnya di sepanjang kanal Oudezijds Achterburgwal. Jika masih bingung, nggak perlu malu-malu bertanya pada resepsionis hostel untuk menunjukkan arah. RLD bukan barang tabu di negeri Belanda kok.
NOTES
Oh ya, female solo traveler yang pengin mengintip RLD sebaiknya mencari teman barengan, untuk menghindari keisengan dari para pengunjung RLD. Kalau nggak nemu teman barengan, bisa ikutan paket walking tour seharga € 10 selama kurang lebih 2 jam. Paket termasuk kunjungan ke Prostitution Information Centre, Casa Rosso sex theater, sex shops, dll. Tapi kalau pengin jalan sendiri dan tetep aman, ikuti cara saya, menyusur RLD ketika langit masih terang benderang. Haha..!
Jika di RLD kita bisa menonton tubuh-tubuh molek yang nyaris bugil, maka di
Museum sex pertama di dunia ini mulai dibuka untuk umum pada tahun 1985. Hanya mereka yang berusia di atas 16 tahun yang diijinkan masuk. Buat female solo traveler, museum ini aman dan tidak akan membuat kita merasa risih sendiri. Lokasinya di Damrak 18, tak jauh dari stasiun Centraal. Harga tiket € 4 per orang.
Homomonument
Pada masa Perang Dunia II kaum homoseks mengalami siksaan yang berat. Sedikitnya 100.000 homoseks di German dan Belanda ditangkap dan 50.000 lainnya dipenjarakan pada rezim Nazi. Oleh rezim Nazi, kaum homoseks dianggap membahayakan kondisi sosial.
Sebagai wujud solidaritas atas gugurnya para gay dan lesbian pada masa Perang Dunia II, dibangunlah Homomonument di pinggir kanal Keizersgracht pada tahun 1985, setelah melalui diskusi dan perdebatan sejak tahun 1979. Setelah beberapa tahun aktif melakukan kegiatan penggalangan dana, Homomunument akhirnya dapat dibangun. Pemerintah Belanda sendiri menyumbangkan dana sebesar € 50.000.
(sekedar kutipan dari travelogue "eurotrip" yg sedang saya susun)
No comments:
Post a Comment