Tuesday, June 29, 2010

amsterdam: sex in the city


Begitu memasuki toko-toko souvenir yang berjejer di Damrak, depan stasiun Centraal, saya langsung bisa merasakan aura kota Amsterdam sebagai negeri yang menjunjung tinggi kebebasan gaya hidup. Manekin-manekin berbentuk perempuan telanjang atau mengenakan bra dan g-string warna seronok berjejer-jejer di rak souvenir. Juga manekin pria macho yang memamerkan tubuh bugil berotot, gaya khas kaum gay. Tak ketinggalan beragam kartu remi bergambar porno.


Itulah Amsterdam, kota terbebas di dunia. Julukan ini saya kutip dari liputan Kompas, 3 Mei 2010 yang saya baca sehari sebelum berangkat ke Eropa. Artikel berjudul “Amsterdam Kota Terbebas di Dunia” itu membuat saya sedikiti punya gambaran tentang bagaimana sejarah kebebasan di Amsterdam yang diwarnai dengan mesiu dan gas air mata. Pada tahun 60-an misalnya, pecah gerakan Dolle Mina yang menuntut pil KB sebagai salah satu paket asuransi kesehatan. Kemudian pada tahun 2001, Amsterdam menjadi saksi pernikahan kaum homo pertama di dunia.


Kebebasan itu rupanya juga menjadi atraksi wisata favorit di Amsterdam. Tontonan sekaligus santapan yang legal.


Red Light District (RDL)

Semakin larut malam mengunjungi kawasan ini, justru semakin banyak orang yang lalu lalang. Dan semakin gelap, semakin gemerlap pula jendela-jendela kaca memancarkan sinar lampu kemerahan. Di balik jendela kaca itu, tampak sesosok tubuh molek yang melenggok, mengundang mereka yang lewat untuk singgah, “mampir, maaasss..!”


Red Light District menjadi primadona wisata malam Amsterdam. Konon, pajak yang disumbangkan dari transaksi di kawasan lampu merah ini cukup tinggi. Hitung saja, ada 878 jendela kaca di RDL yang menyala setiap malam. Padahal di balik jendela itu ada sejumlah tubuh-tubuh molek berbagai tipe dan ras yang siap memberikan service sesuai waktu :15 menit, 30 menit, 60 menit, atau lebih. Jika setiap 15 menit tarifnya € 50, hitung sendiri antara kurun waktu dari jam 22.00 – 03.00 berapa euro perputaran uang di sana. Dan sekian persennya adalah tax!


Pasti penasaran pengin mengintip kawasan RLD. Letaknya tak jauh dari kawasan Damrak, sekitar 15 menit jalan kaki dari stasiun Centraal. Berjalanlah menuju gereja Oude Kerk. Kawasan RLD hanya beberapa blok di sekitar gereja tersebut, persisnya di sepanjang kanal Oudezijds Achterburgwal. Jika masih bingung, nggak perlu malu-malu bertanya pada resepsionis hostel untuk menunjukkan arah. RLD bukan barang tabu di negeri Belanda kok.


NOTES

Oh ya, female solo traveler yang pengin mengintip RLD sebaiknya mencari teman barengan, untuk menghindari keisengan dari para pengunjung RLD. Kalau nggak nemu teman barengan, bisa ikutan paket walking tour seharga € 10 selama kurang lebih 2 jam. Paket termasuk kunjungan ke Prostitution Information Centre, Casa Rosso sex theater, sex shops, dll. Tapi kalau pengin jalan sendiri dan tetep aman, ikuti cara saya, menyusur RLD ketika langit masih terang benderang. Haha..!


Sex Museum

Jika di RLD kita bisa menonton tubuh-tubuh molek yang nyaris bugil, maka di Sex Museum kita bisa melihat patung-patung dan lukisan erotik sejak jaman Cleopatra hingga Marilyn Monroe. Isi museum ini berbeda sekali dengan Erotic Museum yang ada di kawasan RLD yang menyajikan erotisme untuk menggugah selera.


Sex Museum bukan museum mesum kok. Menurut saya, meski di museum ini menampilkan beberapa gambar dan patung telanjang, tetapi saya tidak menganggapnya sebagai pornografi. Justru pelajaran tentang sejarah sex dari masa ke masa dijabarkan melalui deskripsi singkat dan koleksi patung dari jaman yang mewakili.


Museum sex pertama di dunia ini mulai dibuka untuk umum pada tahun 1985. Hanya mereka yang berusia di atas 16 tahun yang diijinkan masuk. Buat female solo traveler, museum ini aman dan tidak akan membuat kita merasa risih sendiri. Lokasinya di Damrak 18, tak jauh dari stasiun Centraal. Harga tiket € 4 per orang.


Homomonument

Amsterdam adalah ibu kota bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Perjuangan kaum LGBT memperoleh hak asasi atas perbedaan orientasi seks mereka dilalui dengan rentang waktu yang panjang dan berdarah. Kaum homoseks di negeri Belanda mengalami decriminalized pada tahun 1811 yang diikuti dengan berdirinya bar khusus kaum gay pertama tahun 1927.


Pada masa Perang Dunia II kaum homoseks mengalami siksaan yang berat. Sedikitnya 100.000 homoseks di German dan Belanda ditangkap dan 50.000 lainnya dipenjarakan pada rezim Nazi. Oleh rezim Nazi, kaum homoseks dianggap membahayakan kondisi sosial.


Sebagai wujud solidaritas atas gugurnya para gay dan lesbian pada masa Perang Dunia II, dibangunlah Homomonument di pinggir kanal Keizersgracht pada tahun 1985, setelah melalui diskusi dan perdebatan sejak tahun 1979. Setelah beberapa tahun aktif melakukan kegiatan penggalangan dana, Homomunument akhirnya dapat dibangun. Pemerintah Belanda sendiri menyumbangkan dana sebesar € 50.000.


(sekedar kutipan dari travelogue "eurotrip" yg sedang saya susun)


No comments:

Post a Comment