Wednesday, March 30, 2011

H - 2 = Packing

print out tiket & reservasi hotel
Dua hari menjelang traveling, biasanya saya sudah mulai menyiapkan segala macam yang bakal kami bawa. Sebenarnya H - 2 ini terlalu mepet, mengingat bawaan Baby Bindi lumayan beragam. Makanya, saya memulainya dengan menyusun packing check-list. Ini dia daftar bawaan yang akan kami bawa untuk traveling ke Singapore selama 4D3N.

Packing Checlist:
  • Print Out online reservation: tiket pesawat, tiket universal studio, booking hotel
  • Travel gear: stroller.
  • Feeding Kit : 2 botol susu 250ml, sendok makan, tumbler, tempat makan tupperware
  • Cooking Set ukuran kecil yang bisa buat rebus/kukus
  • Perlengkapan mandi, perlengkapan cuci feeding kit, diapers, obat-obatan
  • Pakaian, baju renang, topi, sepatu sandal,
Sebelum menyusun packing check list ala kadarnya ini, biasanya saya sudah lebih dulu membersihkan luggage dan stroller. Lalu secara bertahap saya kumpulkan satu persatu segala tetek bengek bawaan Baby Bindi itu. Sebisa mungkin, sebagian besar yang ada dalam checklist itu sudah terkumpul pada H - 2.

Esok harinya, yaitu H - 1, barulah saya mulai menyiapkan pakaian saya dan suami. Begitu semua pakaian kami bertiga terkumpul, mulailah kami menjejalkannya ke dalam Cellini luggage andalan kami. Sebisa mungkin semua bawaan masuk dalam luggage dan dibagasikan, sehingga kami cukup menggendong day pack yang berisi keperluan botol susu, biskuit, diaper dan pakaian ganti buat jaga-jaga selama dalam perjalanan.

Thursday, March 24, 2011

karya lama, regoljogja travel fremagz


Jauh sebelum penerbitan buku-buku traveling menjadi booming di Indonesia, saya sudah nerbitin travelmagz loh. Namanya REGOLjogja. Tagline-nya: travel - leisure - culture. REGOLjogja ini merupakan freemagz alias dapat diperoleh dengan gratis. Meskipun gratisan, tapi bukan berarti isinya kumpulan advertorial. Enggak banget. Ini proyek idealis, jadi nggak sembarangan boleh masang iklan. 

Mungkin gara-gara idealis juga, jadi kekurangan dana untuk memproduksinya. Tapi sebenarnya, problem utamanya pada soal timkreatif yang terbatas. Tidak ada timkreatif yang khusus menangani REGOLjogja alias timkreatifnya sama dengan timkreatif di REGOLmedia, perusahaan saya. Begitu banyak kerjaan di REGOLmedia, kami jadi keteteran ngurusin REGOLmagz..heheh. Akhirnya majalah itu pun bertahan hanya 5 edisi. 

Wednesday, March 23, 2011

coba-coba membaca pembaca bukuku..

sastra perjalanan karya pertamaku
Tiga buku perjalanan yang sudah saya tulis, membuat saya merenung-renungkan efeknya bagi pembaca. Buku pertama, TALES from the ROAD (2009), sungguh membanggakan karena mendapat banyak pujian hingga terpilih dalam 5 besar buku non fiksi pilihan pembaca dalam Festival Pembaca Indonesia 2010 lalu. Pujian yang datang tidak selalu berimplikasi pada oplah penjualan, tidak masuk kategori best seller. Berbeda dengan buku berikutnya yang saya tulis EUROTRIP: Safe & Fun (2010) yang dalam waktu tiga bulan sudah langsung dicetak ulang. Naga-naganya, buku ketiga saya UKTRIP: Smart & Fun (Maret, 2011) akan mengikuti jejaknya. Semoga...

Meskipun oplah buku EUROTRIP sangat menggembirakan, tapi buku laris manis ini ternyata tidak direview oleh banyak pembaca. Harap maklum, namanya juga buku guidance, males banget dong mereview-nya. Tapi lumayanlah, saya masih mendapat pujian lisan bahwa gaya menulis saya tetep beda dengan para penulis buku guidance lainnya. Tetep kelihatan antropologinya seperti yang terasa di TALES from the ROAD.

Lalu, sebagai penulis, apa komentar dan perasaan saya? 

Tuesday, March 22, 2011

kraton, tamansari, alun-alun




atas: di pulo cemeti; bawah: benteng kraton di jl kasatriyan
Paket wisata yang menjadi destinasi utama jika ingin berwisata ke Yogya itu hampir setiap hari disambangi Bindi sejak bayi. Setiap pagi, kami mengajak Bindi jalan-jalan ke Alun-alun dan pelataran Kraton dengan menggunakan kereta dorong (stroller). Biasanya kami berangkat dari rumah pukul 6.00, setelah Bindi mandi pagi, dan kembali ke rumah sekitar pukul 07.30. Lumayan kan satu setengah jam menghirup udara segar sembari menikmati kawasan Jeron Beteng yang dibatasi dinding-dinding tinggi. 

Rute yang kami tempuh, ada tiga jalur pilihan yang biasanya kami lakukan secara bergantian, yaitu jalur utara, jalur selatan, dan jalur barat. Jalur ini diambil dari lokasi tempat tinggal kami di jalan Magangan Kulon, yang jika dilihat dalam peta terlatak di tengah-tengah kompleks Kraton. Jika ingin jalan-jalan ke Kraton dan Alun-alun Utara, kami ambil jalur utara. Jika ingin ke Alun-alun Selatan ya ngambil jalur selatan. Sementara jika ingin ke Tamansari kami akan berjalan kaki kea rah barat. 
Biar terasa lebih seru, kami memilih jalur yang menyusur kampung. Rute berangkat dan pulangnya pun juga berbeda. Misalnya, jalur utara mau ke Kraton. Rute berangkat dari rumah ð Kemagangan ð Jl. Kasatriyan ð Jl. Kemitbumen ð Keben/halaman depan Kraton ð pulang lewat Jl. Rotowijayan ð Jl. Sidomukti ð nDalem Pakuningratan ð rumah. Jalur selatan ke Alun-alun Selatan adalah: rumah ð Kemagangan ð Kemandungan ð Sasana Hinggil (Alun-alun Selatan) ð pulangnya menyusur kampung Ngadisuryan ð rumah. Jika ke Tamansari dari rumah ð pasar Ngasem ð Pulo Cemeti (kawasan Tamansari) ð Sumur Gumuling ð susur lorong/tunnel (underground) ð kompleks pemandaian Tamansari ð pulang lewat kampung Ngadisuryan ð  rumah.

Rute menyusuri kawasan heritage berusia ratusan tahun ini sungguh menyenangkan. Dinding-dinding kraton yang tinggi memagari jalanan lengang yang kami lewati. Juga gapura dan regol (pintu gerbang) bagian kraton yang ada di Kemagangan dan Kemandungan yang dilengkapi patung dua naga dengan kedua ekornya saling melilit. Dua patung naga ini merupakan ‘suryasengkala’ yang berbunyi Dwi Naga Rasa Tunggal  menyimbolkan tahun 1628 (tahun Jawa) atau 1756 M, tahun saat kraton mulai dibangun. Itu berarti setahun setelah terjadinya perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Kerjaan Mataram menjadi dua: Kasultanan Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat.




Bindi dan Dwi Naga Rasa Tunggal

Kemagangan dan Kemandungan merupakan playground favorit buat momong dan nyuapin  Baby Bindi hingga kini. Selain karena jaraknya hanya sekitar 300 meter dari rumah kami, kawasan ini merupakan area terbuka yang luas dan terdapat sejumlah pohon rindang. Jika sewaktu bayi Bindi hanya pasrah di atas strollernya, kini ia bisa berlarian riang mengitari kompleks bagian belakang kraton ini. Ia juga tampak menyukai patung naga, menunjuk-nunjuknya sambil menyebut “nogo”. 

Playground favorit selain Kemagangan dan Kemandungan adalah Pulo Cemeti, salah satu bagian dari kompleks Tamansari Water Castle. Pulo Cemeti ini letaknya persis di belakang pasar Ngasem yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah kami arah ke barat. Pulo Cemeti merupakan reruntuhan bangunan yang konon cukup tinggi. Jika kita berjalan dari arah utara menuju Pasar Ngasem, akan tampak di belakang pasar bangunan kuno yang tinggi dan bagian atasnya sudah tidak utuh lagi. Bagian atas ini dulunya bisa dinaiki karena memang terdapat tangga menuju ke sana. Dari bagian atas Pulo Cemeti itu kita bisa melihat kota Yogya. Saat ini Pulo Cemeti sedang dalam tahap restorasi sehingga pengunjung tidak diperkenankan naik ke atas bangungan. Sementara itu bagian bawah bangunan Pulo Cemeti ini cukup luas sehingga Baby Bindi bisa berlarian di sana. 

Selain Pulo Cemeti, tempat yang juga enak buat berlarian buat bayi yang belum lama bisa berjalan sendiri adalah bangunan bawah tanah atau tunnel. Tunnel ini dulunya merupakan jalan yang dibangun untuk menghubungkan kompleks Tamansari dengan, konon katanya, Laut Selatan. Yang jelas, saat ini tunnel yang masih bisa dilalui hanya sepanjang sekitar 100 meter, yaitu dari Pulo Cemeti ke arah selatan menuju kompleks pemandian. 

Sudah pasti, setiap jalan-jalan pagi menyusur kawasan heritage ini kami tak pernah meninggalkan kamera poket, minimal ponsel berkamera. Sayang rasanya melewatkan foto Baby Bindi berlatar bangunan heritage yang sudah berusia ratusan tahun. Bahkan kami nggak pernah bosan mengabadikan segala polah Baby Bindi, sejak ia masih di atas stroller hingga sudah gesit berlari, meski tempat itu terlalu sering kami kunjungi.

Wednesday, March 16, 2011

[singapore] hotel atau apartemen?

Pool @Robertson Quay Hotel (image: booking.com0
Seorang kawan menyarankan jika plesiran ke Singapore bersama keluarga, mendingan nginep di apartemen. Tarifnya murah, fasilitasnya komplit, ada living room, juga ada pantry/dapur segala. Sudah pasti saya langsung meng-copas link apartemen yang bisa disewa harian dan memulai perburuan. Apartemen yang saya incar adalah Lucky Plaza (hiks, berasa napak tilas jejak Gayus aja) yang terletak di kawasan Orchard Road. Alasannya sederhana saja, karena dari browsing ternyata banyak orang Indonesia yang memiliki apartemen di Lucky Plaza dan disewakan harian. Tarif yang ditawarkan pun nggak jauh dari budget yang saya patok, antara $100 - $140 per malam.

Setelah menemukan apartemen incaran itu, saya mengisi form order yang disediakan. Dalam waktu kurang dari 24 jam, saya sudah mendapat jawaban dari pemilik apartemen via e-mail.Ada dua opsi apartemen di Lucky Plaza  yang diberikan, yaitu apartemen dengan private bathroom ($180) dan sharing/outside bathroom ($100). Weitzz..kalau kamar mandi di luar, repot dong nanti kalau malam-malam Baby Bindi pengin pup. Juga, Bindi kan suka main air, kalau mandi suka berlama-lama. Gimana kalau nanti ada tamu lain yang ngantri? Repot banget. Tapi, jika pilih private bathroom yang harga sewanya semalem $180 apa nggak mending pilih hotel saja?

Jadilah saya banting setir, googling hotel lewat situs www.booking.com dan www.agoda.com. Oh ya, kedua situs ini kini menjadi andalan saya untuk reservasi hotel jika traveling bersama Baby Bindi (lupakan situs andalan backpacker www.hostelworld.com untuk sementara. Haha...!). Kedua situs ini memberikan banyak pilihan hotel dengan tarif promo (bukan published rate) di seluruh dunia. Bedanya, jika memesan kamar lewat Agoda.com kita harus membayar lunas dengan kartu kredit, sedangkan Booking.com kebalikannya, kartu kredit kita hanya dijadikan tanda reservasi tanpa dikenai charge. Booking.com juga memberikan batas waktu pembatalan reservasi tanpa kena charge. Jangka waktu ini akan berbeda pada tiap hotel yang kita pesan. Semua pembayaran baru dilakukan pada saat kita check in di hotel yang kita pesan dengan menggunakan kartu kredit yang kita gunakan untuk booking.

Hasil perburuan lewat kedua situs itu akhirnya menjatuhkan pilihan saya pada hotel Robertson Quay Hotel yang saya pesan via booking.com. Tarifnya lebih murah daripada tarif apartemen dengan private bathroom, yaitu $130 ($50 lebih murah!). Sudah begitu, lokasinya deket Singapore River pula, lokasi favorit. Sebelum menemukan Robertson, sebenarnya saya hampir menjatuhkan pilihan pada Novotel Clark Quay yang menawarkan tarif promo $200 per malam. Duluuu banget kebetulan pernah menginap di sana dan terasa betul nyamannya. Pinggir sungai persis, enak buat jalan-jalan, jendela kamarnya ngadep ke sungai, dan menyatu dengan mall dan ada toko buku Kinokuniya-nya. Tapi dipikir-pikir, kok berasa mewah banget ya. Tiga malam menginap di Novotel berati hampir sekitar 5 juta, padahal tiket promo Air Asia Jogja - Spore return untuk kami bertiga hanya sejuta.

Ya sudahlah, yang realistis saja. Robertson sudah cukup pas buat kami. Fasilitas kamarnya lumayan nyaman untuk mengumbar Baby Bindi. Sudah begitu ada kolam renangnya pula. Makin kegirangan saja, karena Bindi bisa main kecipak air setiap hari. Hhmm..ternyata hotel juga merupakan destinasi wisata buat Baby Traveler.

ternyata saya sudah terpesona pada london sejak 30th lalu!


foto di sampul buku tulis yang mempesona  mata kanak2 saya 30th lalu

Ada banyak hal yang membuat saya terpesona kepada Inggris, khususnya London. Pesona pertama yang menyentuh rasa ingin tahu saya tentang the United Kingdom atau Inggris Raya datang dari Istana Buckingham. Pesona itu datang tiga puluh tahun lalu, saat Pangeran Charles dan Lady Diana menikah pada 1981, ketika saya masih kelas 3 SD. Kisah cinta mereka yang saya baca di majalah Kartini milik ibu saya, membuat saya makin terpesona kepada pasangan calon pewaris takhta Inggris tersebut. Ternyata Diana bukan putri berdarah biru atau bangsawan, ia berasal dari keluarga biasa yang saat berpacaran dengan Charles, Diana masih berprofesi sebagai seorang guru taman kanak-kanak. 

Pada liburan kenaikan kelas, seorang sepupu yang tinggal di Semarang menghadiahi beberapa buku tulis baru dengan sampul bergambar Pangeran Charles dan Lady Diana yang sedang tersenyum bahagia. Saya masih dapat mengingat dengan jelas pose Pangeran Charles dan Lady Di dalam sampul buku tulis itu. Lady Di mengenakan baju berwarna biru muda, tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi, dan kebahagiaan terpancar dari raut mukanya nyaris tanpa make-up yang membuatnya tampak makin anggun. Sementara itu, Pangeran Charles berdiri di belakangnya mengenakan jas hitam, kedua tangannya memegang pundak Lady Di. Charles juga tersenyum, meskipun menurut saya wajahnya nggak ganteng-ganteng amat.

Perkawinan beda kelas itu rupanya membuat Diana justru makin populer di mata dunia. Bahkan, dibandingkan ibu mertuanya, Her Majesty the Queen Elizabeth II yang bertakhta sebagai ratu dan kepala negara. Harus diakui bahwa Diana jauh lebih menarik dan dikagumi dunia. Gadis-gadis kecil seusia saya kala itu banyak yang mengidolakannya karena kecantikannya yang jauh dari kesan glamor. Bahkan, sepupu saya yang menghadiahi buku tulis bersampul Charles–Diana sampai bela-belain mengikuti potongan rambut bergaya Diana! 

Jadi, jangan heran pula jika anggota DPR RI ketahuan mampir ziarah ke makam Lady Di dalam kunjungan dinas ke Inggris pada September 2010 lalu. Diana telah menjadi ikon Inggris. Ia sama populernya dengan London Big Ben ataupun Tower Bridge.

Tuesday, March 15, 2011

3N4D trip

@duta mall, banjarmasin
Berapa lama waktu ideal buat plesiran bersama si kecil? Buat Baby Bindi, sepertinya 4 hari (termasuk perjalanan) sementara ini sudah cukup. Kalau lebih dari itu, katakanlah seminggu, kayaknya kok masih kasihan ya. Kasihan karena dalam waktu seminggu itu ia harus makan ala kadarnya karena saya nggak sempet bikinin nasi tim dengan menu yang bergizi bebas gula dan garam. Selain itu, kasihan juga emak dan bapaknya dong, karena harus kelamaan ninggalin gaweyan di kantor.

Sebaliknya, jika waktu plesiran terlalu singkat, kasihan si kecil juga karena nggak ada jeda untuk beristirahat. Hari ini nyampe daerah tujuan, besok pagi seharian jalan, dan lusa sudah harus pulang. Kalau perjalanan jarak dekat sih nggak masalah, lha kalau perjalanan lintas pulau/propinsi atau ke negara tetangga kan nggak seru tuh.

Sekedar gambaran, berikut agenda 3N4D trip-nya Baby Bindi yang biasa kami lakukan:

  1. Day 1 : Arrival. Jika tiba pada siang hari, kami akan beristirahat di hotel hingga sore. Setelah itu sorenya, sekalian nyuapin, jalan-jalan ke mall untuk berbelanja berbagai keperluan si kecil untuk beberapa hari ke depan seperti biskuit, buah, diapers, dll
  2. Day 2 : Pagi hari setelah sarapan, jalan-jalan ke destinasi wisata tujuan. Biasanya hingga siang hari, kembali ke hotel, bobok-bobok siang, bangun tidur kuterus mandi sore, lalu dilanjut jalan sore menikmati suasana. Kadang kami balik ke mall lagi, nyari sejenis Timezone, buat menghibur Baby Bindi.
  3. Day 3 : idem, mirip kegiatan hari ke-2 dengan destinasi yang berbeda. Malam harinya mulai packing supaya esoknya nggak kerepotan.
  4. Day 4 : Jika perjalanan pulang dilakukan pada siang atau sore, pagi hari masih bisa digunakan untuk packing dan jalan-jalan di sekitaran. Tapi kalo pulangnya dapat flight pagi, ya apa boleh buat.
Selama di daerah tujuan, kami tidak ingin terikat waktu. Kalau enjoy ya dilanjut, kalau Bindi udah kelihatan kecapean, ya mari kita kembali ke hotel. Main-main di hotel juga bagian dari rekreasi kok. Apalagi kalo hotelnya punya fasilitas kolam renang. Bindi kegirangan banget bisa bermain air. Karena itu, memilih hotel yang nyaman, luas, dengan harga terjangkau juga sama pentingnya dengan memilih destinasi wisata yang baby friendly.

Monday, March 14, 2011

cellini luggage andalan keluarga...

cellini bag
Sejak Baby Bindi mulai plesiran jelajah nusaraya, saya terpaksa membeli tas atau luggage khusus yang bisa muat pakaian kami bertiga selama sekitar 4 hari bepergian. Setelah beberapa hari survey, akhirnya menemukan Cellini luggage. Yang saya sukai dari tas ini, meskipun kapasitas dan ukurannya lumayan gede, tapi akan terlihat lebih ringkas jika kebetulan sedang tidak digunakan karena bahannya tidak kaku seperti koper. Selain itu bentuknya yang casual sudah pasti cocok dengan karakter saya.

Cellini luggage ini saya beli setelah perjalanan pertama Bindi ke Bali saat usianya 9 bulan. Waktu itu, kami masih trmenggunakan travel bag Eastpak seri Warehouse yang semula termasuk koleksi tas gede saya. Eh, nggak tahunya nggak muat alias saya masih harus menjejalkan barang-barang ke kantong lain. Alhasil, bawaan kami jadi banyak banget. Apalagi waktu itu selain travel bag, kami juga bawa ransel gendongan dan stroller. Masih ditambah ransel daypak yang nempel di punggung. Kebayang kan betapa kedua tangan kami penuh dengan bawaan?

Pengalaman pertama plesiran ke luar pulau yang penuh bawaan itu sudah pasti nggak pengin kami ulang. Salah satu solusinya adalah dengan membeli tas yang lebih besar yang muat untuk menampung pakaian, kaleng susu, mainan, dll. Jadi saat plesiran kami cukup membawa sebuah travel bag yang akan masuk bagasi bersama ransel gendongan bayi atau stroller (dipilih salah satu sesuai kebutuhan), dan sebuah daypack yang berisi botol susu, biskuit, diapers, dan sepotong pakaian ganti selama di perjalanan.

Oh ya, saat plesiran dengan Baby Bindi saya memang menghindari menggunakan ransel yang biasa saya pakai kalau lagi backpacking. Sebagai gantinya saya lebih memilih koper yang bisa dibuka lebar sehingga mempermudaha mengambil barang tertentu. Maklum lah, namanya juga baby traveler, bawaannya pasti aneh-aneh, nggak cuma baju. Tapi juga ada mainan dan buku kesayangannya. Maianan ini sudah pasti harus mudah diambil. Nah, kalau bawa ransel, bisa lebih ribet. Harus bongkar-bongkar dulu semua isinya.

Setelah punya Cellini bag ini, bawaan utama kami bertiga bisa masuk semua jadi satu. Total beratnya sekitar 27kg. Hehe...!

starting indie publishing

"smartraveler: travel & publish" brand of my indie publishing company

beberapa hari lalu saya ngafe dengan beberapa temen penulis. salah satu di antaranya tengah menyiapkan penerbitan indie untuk novel pertamanya. "aku nggak yakin penerbit akan suka naskahku," katanya mengenai alasan kenapa ia memilih jalur indie (berasal dari kata independent atau mandiri). ia pun berkisah tentang naskah novel pertamanya yang banyak mengangkat sisi antropologis. "penerbit akan melihat ini sebagai novel yang nggak laku di pasaran," tambahnya lagi.

saya jadi teringat buku pertama saya, "tales from the road" yang bernasib senada. nggak laku, nggak dipromoin, dan nggak bakal dicetak ulang oleh penerbit. saya terima dengan penuh kesadaran kok, karena memang pembaca indonesia lebih suka diajari "how to travel" ketimbang merenungi sebuah perjalanan ke pelosok-pelosok untuk menemukan jadi diri. dengan kata lain, travel writing di indonesia masih sampai tahap awal "how to travel" bukan "travel for what".

toh, saya masih mujur ya, ada penerbit yang mau mencoba menerbitkan buku saya, meski sejak awal sudah sadar bahwa buku "tales from the road" tak akan laris manis (meski ditulis dengan manis). untuk itu saya sungguh layak mengucapkan terima kasih tak terkira pada penerbit. sebagai ucapan terima kasih, saya buatlah buku lain yang "how to" yaitu buku "eurotrip: safe & fun". diluar dugaan, meski sejak awal saya yakin buku ini bakal lebih laku ketimbang "tales from the road", tapi ternyata nggak sekedar laku. malah, laku banget! dalam waktu kurang dari tiga bulan sudah dicetak ulang. saya jejingkrakan saking girangnya. kegirangan ini saya rayakan dengan menulis buku ke-3 "uktrip: smart & fun". semoga uktrip mengekor kesuksesan sekuelnya, eurotrip.

sekarang saya tengah menyiapkan buku traveling lain yang akan saya terbitkan secara indie. doakan buku-buku indie saya bisa sesukses buku indie-nya dee (dewi lestari) ya.

Thursday, March 3, 2011

barito river cruise

baby bindi kegirangan di atas kelotok
menyusur sungai dengan kelotok merupakan pengalaman wajib yang harus dinikmati saat berkunjung ke borneo. begitu juga ketika kami mengajak baby bindi ke banjarmasin, petualangan ini nggak boleh dilewatkan. meski bindi harus bangun pagi-pagi buta sekitar pukul 04.00 dini hari.

untung baby bindi bisa bangun dengan ceria tanpa mewek-mewek. sepertinya dia tahu bahwa akan diajakin jalan-jalan. makanya, tetep fun meskipun masih ngantuk berat. buktinya, baru sekiar 10 menit di atas kelotok, bindi langsung tertidur lagi. hihiii...

destinasi utama kami adalah pasar terapung kuin di sungai barito. jujur nih, sebenarnya saya pengin ke pasar apung lok baintan, yang lebih rame dan padat. kayaknya seru buat difoto-foto. tapi karena pagi itu hujan dan jarak ke lok baintan (martapura) relatif lebih lama (hampir 1 jam perjalanan air), ya sudahlah ke kuin saja. sekalian liat monyet di pulau kembang.

ternyata pula, sudah makin jarang para penjual di pasar apung kuin. malah, banyakan kelotok wisatawan. haha...! padahal jaman dulu ke sini tahun 1994, pasar apung kuin cukup rame. kelotok kami sampe bersenggolan dengan yang lain. penjual-penjualnya banyak, aneka sayur dan wadai (kue-kue).

oh ya, saya juga sempet jajan kue untuk mengganjal perut yang kosong. nggak puas makan kue, dilanjut jajan soto banjar dan nasi kuning. eh, rupanya ada floating restaurant..! menunya beragam, soto, sate, nasi kuning, dll. pembeli juga bisa masuk ke atas perahu yang sudah disiapin meja dan bangku panjang. saya sih tetep makan di atas kelotok carteran kami, biar nggak repot ngangkat bindi.

setelah perut kenyang, barulah kami melanjutkan perjalanan ke pulau kembang, pulau yang dihuni monyet. lokasinya nggak jauh dari pasar kuin kok. sayangnya, hujan nggak juga reda. males banget mau turun. jadi kami cuma bisa menikmati monyet-monyet berlarian dari kejauhan. tapi baby bindi udah girang nggak karuan loh. dia tunjuk-tunjuk itu monyet-monyet sambil berseru-seru girang. apalagi ketika kami lemparin pisang, monyet-monyet itu berlarian turun ke air. lucuuu...!

Wednesday, March 2, 2011

banjarmasin riverside walk

pedestrian yang enak buat jalan-jalan sore
WOW..! beneran, ini ekspresi kagum dan keterkejutan saya saat menemukan riverside di sepanjang jl. sudirman, depan masjid raya & kantor gubernur. maklumlah, dulu jaman saya pertama kali ke kota ini th 1994 dan diulang th 1996 saat kkn di kab pelaihari, belum ada riverside walk ini.

ternyata pula, pada hari minggu sore kemarin (27/2/2011) sedang ada atraksi "melukis pelangi" (eh, ini saya sendiri yang menamainya) yang dilakukan oleh para fire-fighter alias tim pemadam kebakaran. tadinya, kami pikir bunyi sirine yang meraung-raung itu karena ada kebakaran, eh nggak taunya mobil2 pemadam kebakaran pada berdatangan dan parkir berjejer di tepi sungai. mereka lantas menyedot air sungai dan menyemburkannya ke udara, ke atas sungai martapura. sejurus kemudian, terciptalah pelangi...

atraksi melukis pelangi di atas sungai martapura

pelangi-pelangi..alangkah indahmu..merah kuning hijau di langit martapura..pelukismu agung, siapa gerangan..pelangi-pelangi ciptaan fire fighter..!

haha..saya nyanyikan lagu itu untuk baby bindi yang tampak takjub melihat air yang menyembur-nyembur di udara...

oh ya, di sisi ruas jalan sudirman yang lain, terdapat riverside walk yang indah, tempat kongkow anak-anak muda banjarmasin pada hari minggu. pedestriannya luas dan nyaman buat nongkrong dan jalan. baby bindi langsung berlarian tanpa henti, bikin bapak dan emaknya ngos-ngosan. soalnya rada kawatir juga, karena besi teralis pagar pembatasnya banyak yang dicuri! aarrrgghh...bikin emosi..! pagarnya jadi melompong, nggak aman buat anak-anak kecil. baby bindi bisa langsung mbrobos nyemplung kali kalo nggak dihalangin. 


[album foto bisa diintip di sini]